Di sebuah kota yang padat, terdapat dua Sekolah Menengah Pertama yang terkenal: SMP Harapan dan SMP Cipta Laksana. Meskipun keduanya memiliki prestasi akademik yang baik, hubungan antara siswa di kedua sekolah itu selalu tegang. Berita tentang perseteruan di antara mereka kerap terdengar di jalanan, dan para guru sering kali mengingatkan siswa untuk menjaga sikap dan menghindari konflik.
Tak hanya usaha itu saja, masing-masing sekolah sudah banyak melakukan kerja sama dengan pihak ketiga yang kompeten di bidangnya guna untuk memberikan motivasi kepada siswa agar tetap menjaga prilaku selayaknya seorang pelajar yang benar.
Suatu sore, setelah jam sekolah, sekelompok siswa dari SMP Harapan berkumpul di sebuah taman. Mereka mulai membicarakan kejadian terakhir ketika beberapa siswa dari SMP Cipta Laksana menghina salah satu teman mereka di media sosial. Dalam suasana yang penuh emosi, beberapa siswa mulai berteriak, menggugah semangat untuk membalas. Tawuran pun direncanakan.
Di sisi lain kota, sekelompok siswa dari SMP Cipta Laksana juga berkumpul dan merencanakan hal yang sama. Mereka merasa tertekan dan marah, dan ingin menunjukkan bahwa mereka tidak takut. Rencana tawuran semakin memanas, dan kedua kelompok itu sepakat untuk bertemu di sebuah lapangan kosong.
Hari yang dinanti pun tiba. Malam itu, lapangan kosong itu dipenuhi oleh siswa dari kedua sekolah, siap untuk bertarung. Suara teriakan dan sorakan menggema, menciptakan atmosfer yang tegang. Namun, di tengah keramaian, ada warga yang merasa tidak nyaman. Mereka mengingatkan betapa banyaknya hal positif yang bisa mereka lakukan jika energi itu digunakan untuk hal yang lebih baik.
Mereka berinisiatif untuk menghentikan tawuran. Mereka berlari ke arah lapangan dan berteriak, “Anak-anak, kita tidak perlu menyelesaikan masalah ini dengan kekerasan! Mari kita berbicara!” Beberapa siswa terdiam, dan meskipun banyak yang mengabaikannya, mereka tidak menyerah. Mereka mulai berbicara tentang pentingnya persahabatan, toleransi, dan bagaimana mereka semua adalah generasi yang bisa mengubah pandangan masyarakat.
Dalam momen yang penuh ketegangan itu, beberapa siswa mulai meragukan keputusan untuk bertarung. salah satu warga melanjutkan, “Kalian bisa berkompetisi di bidang akademik atau olahraga, bukan dengan kekerasan!” Perlahan, beberapa siswa dari kedua belah pihak mulai mendekat, tertarik dengan ide warga tersebut.
Akhirnya, tawuran yang seharusnya terjadi berubah menjadi diskusi. Meskipun ada yang masih merasa marah, kebanyakan dari mereka setuju untuk mengakhiri perseteruan. Mereka mulai berbicara tentang perasaan dan mengidentifikasi akar masalah, termasuk kekurangan komunikasi dan salah paham.
Dalam beberapa bulan ke depan, SMP Harapan dan SMP Cipta Laksana mulai menjalin kerjasama. Mereka mengadakan kegiatan bersama, seperti turnamen olahraga dan festival seni. Meskipun tidak semua perseteruan hilang, langkah kecil itu membantu mereka untuk saling memahami dan menghargai satu sama lain.
Dari pengalaman itu, siswa-siswa di kedua sekolah belajar bahwa kekuatan bukan hanya terletak pada keberanian fisik, tetapi juga pada kemampuan untuk berdialog dan menciptakan solusi damai. Mereka menyadari bahwa persahabatan dan kerjasama bisa membawa hasil yang jauh lebih baik daripada kekerasan.
Alangkah indahnya jika akhir dari kisah tersebut terjadi di dunia nyata. Maka tidak akan ada anak-anak usia sekolah yang akan mengalami luka batin dan luka fisik yang berkepanjangan. Bahkan ada yang lebih serius mengalami kerugian hingga meregang nyawa.