Contoh kegagalan yang pernah Aku alami belum lama ini yaitu saat Aku mendampingi anakku dalam proses Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Saat itu, Guru anakku mengirim materi dalam bentuk Video di You Tube dan soal dalam bentuk teks ke WA grup Orang Tua kelas anakku. Sebelum Aku menshare tugas dari Gurunya ke handpone anakku, terlebih dahulu Aku menyimak isi video dan membaca soal yang dikirim guru anakku. Aku menganggap bahwa isi materi yang ada di video kali ini mudah untuk dicerna anakku tanpa aku harus melakukan pendampingan dari awal hingga akhir, karena masih termasuk ilmu dasar penjumlahan.
Selesai menshare tugas ke handpone anakku, kuberi tahu anakku untuk menyimak isi video lalu salin soal yang diberikan Bu Guru ke buku tulis, dan cari jawabannya di video. Sebentar-sebentar anakku bertanya tentang bagaimana rumus untuk menjawab soal. Sambil melayani Peserta Didikku, Aku menjawab pertanyaan anakku. Lama kelamaan ternyata volume kesabaranku dalam memberikan pelayanan bimbingan kepada anakku mulai turun. Tanpa berpikir panjang aku melontarkan kata-kata yang tidak bermanfaat untuk anakku. "Gitu aja kok nggak bisa sih Dik!"
Kata yang pendek, tapi dampaknya sangat dahsyat untuk anak yang tidak siap menerima jika kelemahannya diungkap dan kebingungannya saat itu tidak mendapatkan solusi yang tepat. Akhirnya tanpa berkata-kata anakku melihat ulang video tersebut, tidak lama kemudian langsung meletakkan pinsil dan handpone di atas buku tulisnya. Ku lihat dari kejauhan, wajahnya menyiratkan kelelahan dan kejenuhan. Aku menyesal sudah mengeluarkan kata-kata yang tidak tepat untuk anakku. Ternyata kata-kata tersebut bagi anakku bukanlah merupakan kata motivasi.
Selesai Aku memberikan pelayanan kepada Peserta Didikku, Aku menghampiri anakku. Kubelai rambutnya dan kutanyakan kepadanya "Soal yang mana yang agak susah Dik?", "Yok kita buka lagi videonya trus kita kerjakan bareng". Seketika anakku mulai bersemangat kembali.
Tidak semua ilmu bisa dicerna dengan sempurna pada tiap individu. Aku menganggap ilmu yang dikirim Guru anakku pasti bisa dimengerti oleh anakku, karena Aku menganggap ilmu tersebut masih dasar dan mudah.
Itu baru satu contoh kegagalanku saat ujian Ilmu Padi. Masih banyak contoh kegagalan yang kualami. Tapi paling tidak aku berusaha untuk meminimalisir kegagalanku disetiap ujian. Belajar Ilmu Padi bisa dimana saja tapi ujiannya setiap saat dan tidak terduga.
Ilmu Padi merupakan peribahasa yang umum dipakai dalam keseharian. Ilmu Padi bukanlah ilmu dalam arti sebenarnya, tetapi merupakan suatu pandangan filosofi hidup pada masyarakat Asia Tenggara, yang diilhami dari perkembangan bulir padi sejak berbunga hingga berisi penuh bulirnya. Sering dipakai oleh orang tua untuk menasehati anaknya agar tak sombong jika punya pengetahuan atau wawasan lebih besar dari orang lain. Bahkan kita dianjurkan untuk berbagi ilmu kepada sesama. Sebab, ilmu tak akan pernah habis bila terus menerus dibagikan kepada orang lain. Kerendahan hati manusia akan tampak jika memiliki pengetahuan luas digambarkan oleh peribahasa 'Ilmu Padi, Makin Berisi Makin Merunduk'.
Aku sangat senang menyaksikan di seantero jagad ini banyak orang yang pintar, tapi kadangkala Aku juga sedih jika menyaksikan orang-orang pintar tidak mengimbangi dengan Ilmu Padi. Aku ingin mengasah kemampuanku dalam menyerap Ilmu Padi agar disaat ujian lebih banyak lulusnya. Keinginan yang harus dibarengi dengan perbuatan nyata agar aku tau dimana letak kedahsyatan Ilmu Padi yang sebenarnya. Semoga ya pemirsa. Salam sehat dan Semangatππͺ